Parapenegak hukum harusnya mempunyai prinsip kemanusiaan, buka cuma menjalankan hukum secara positifistik. Kejadian ini didukung oleh gerakan .000 facebooker. Hukum alam yang sebelumnya menganut absolutism dari hukum Tuhan, sedangkan kebangkitan hukum alam menganut relativitas, namun keduanya didasari oleh keinginan untuk
Indonesiaadalah negara yang menganut system Hukum Kode, dimana penyajian laporan keuangannya adalah untuk "penyajian wajar" bukan untuk "kebenaran dan kewajaran". Konvergensi yang dilakukan Indonesia dengan IFRS adalah, masih sedikit SAK di Indonesia yang sama dengan IFRS, yaitu tentang penyusutan, akuntansi untuk kerugian, leases
ďťżTidakmudah memasukkan pemikiran hukum progresif untuk menghasilkan putusan hakim karena sistem hukum di Indonesia menganut sitem civil law dan tidak menganut sistem Judge made law. Kecuali Indonesia diperkenankan menganut sistem Common laws eperti yang dianut di negara Amerika, hakim dapat membuat atau menciptakan hukum atau melakukan perubahan terhadap hukum, manakala peraturan/hukum atas
PrinsipPrinsip Demokrasi. Negara Berdasarkan Konstitusi; Prinsip ini akan terkait dengan UUD (Undang-undang Dasar) ataupun semua hukum yang ditetapkan. Konstitusi ini akan dijadikan landasan dalam berbangsa dan juga bernegara. Fungsinya sebagai pembatas kewenangan pemerintah, dan juga bisa memenuhi hak rakyat.
. KUHAP disusun pada masa pemerintahan otoriter. Prinsip-prinsip universal hukum acara pidana perlu acara pidana yang berlaku di Indonesia, terutama UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP, belum sepenuhnya memuat prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia. Oleh karena itu, gagasan untuk mereformasi KUHAP terus bergema, antara lain agar prinsip-prinsip yang umumnya bersifat universal dapat diakomodasi. Perubahan pasti membutuhkan waktu dan kerja keras para pemangku benang merah yang dapat ditarik dari diskusi Online Lecture Series yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Institute for Criminal Justice Reform, dan Universiteit Leiden, Rabu 11/5. Facrizal Afandi, Direktur PERSADA UB, mengatakan hukum acara pidana perlu menjaga keseimbangan dan efisiensi. KUHAP, yang dipakai saat ini sebagai ketentuan pokok hukum acara perkara pidana, masih mengadung nuansa otoritarianisme karena disusun dan disahkan pada era pemerintahan otoriter. ââŹĹPerlu reformasi KUHAP,ââŹÂ Lecture Series kali ini sengaja mengangkat konsep-konsep dasar dalam hukum acara pidana. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, secara khusus menguraikan pentingnya memahami prinsip-prinsip dasar hukum acara pidana. KUHAP tidak secara khusus mengatur prinsip atau asas-asas hukum acara pidana itu dalam pasal tersendiri, melainkan tersebar dalam perundang-undangan. Ă Selain tak mengatur dalam pasal khusus, KUHAP disusun sebelum terjadinya amandemen UUD 1945. Dalam ranga reformasi hukum, hasil amandemen konstitusi itu perlu dimasukkan ke dalam dari Instituut voor Strafrecht en Criminologie Universiteit Leiden, Belanda, Pina Olcer, menjelaskan bahwa di Belanda pun hukum acara pidana mengalami perubahan. Misalnya pada 1988 dibentuk Moons Commission yang menghasilkan sepuluh laporan yang pada intinya mempeluas mandat dalam proses hukum; dan proyek reformasi hukum acara pidana yang dikerjakan Universitas Tilburg dan Universitas Groningen pada 1994-1998. Tetapi, perubahan yang dihasilkan bukan mengenai prinsip-prinsip atau asas hukum pidana, melainkan penyesuaian dengan perkembangan dan hukum apa saja prinsip atau asas hukum acara pidana yang penting dipahami? Topo menyebutkan tujuh prinsip. Prinsip pertama, persamaan kedudukan di depan hukum tanpa adanya diskriminasi equal treatment for everyone before the law without discrimination. Prinsip ini sejalan dengan Pasal 6 dan 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia UDHR, dan Pasal 16 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik ICCPR. Kata ââŹËequalââŹâ˘ dalam prinsip ini harus dimaksudkan sebagai upaya menghindari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, orientasi politik, asal muasal, kelahiran dan status kedua, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang dan dilakukan menurut hukum. Menurut Topo, prinsip ini sejalan dengan perlindungan hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan yang diatur dalam Pasal 3 UDHR. Upaya-upaya paksa yang dikenal dalam hukum acara pidana pada hakikatnya melanggar hak-hak warga negara. Pembatasan hak-hak seseorang dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 menegaskan dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang ketiga lebih dikenal sebagai asas praduga tidak bersalah. Seseorang yang yang dicurigai, ditahan, dan diproses hukum harus dianggap tidak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap anyone who is suspected, arrested, detained, prosecuted or brought before a court, must be regarded as innocent until there is a court judgment which declares his/her guilt and which has become final and binding. Rumusan senada terdapat dalam Pasal 8 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Topo Santoso, elemen-elemen prinsip presumption of innocence ini merupakan prinsip utama perlindungan hak-hak warga negara melalui proses hukum yang adil due process of law, yang mencakup paling tidak perlindungan dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum, hak untuk diputuskan pengadilan apakah bersalah atau tidak, sidang yang bersifat terbuka, dan perlindungan hak tersangka/terdakwa untuk membela diri dalam tahapan proses hukum.
Prinsip Dasar Hukum PerjanjianHukum Kovenan adalah salah satu dari empat prinsip dasar yang mengatur pemerintahan Indonesia sejak dahulu kala. Ini adalah struktur hierarki tiga tingkat pertama yang diakui sebagai bagian dari Prinsip-prinsip Dasar Pemerintahan Indonesia FPGI. Gudang senjata, saget, dan tuner ini. Pembahasan berikut akan berfokus pada bagian terakhir dari Undang-Undang Indonesia yang menganut ajaran Al-Qurâan dan As-Sunnah meyakini adanya benturan kepentingan di antara masyarakat berbagai negara yang didasarkan pada prinsip otoritas dan supremasi. Menurut pandangan ini, beberapa individu memiliki tingkat hak yang lebih tinggi daripada yang lain. Implikasinya adalah bahwa hukum tidak ditulis untuk kepentingan kebaikan bersama melainkan untuk kepentingan individu-individu yang menduduki posisi otoritas. Oleh karena itu, negara berusaha melindungi warganya dari perusakan kehormatan dan martabat komunal. Untuk memastikan bahwa konsep Martabat Indonesia memenuhi janjinya, itu telah dipaksakan dengan kebijakan sosial yang Kovenan menjunjung tinggi martabat manusia sebagai hak yang melekat pada tubuh manusia. Tidak ada pemisahan antara agama dan negara dalam undang-undang ini. Seorang Muslim mungkin percaya bahwa agamanya mengalahkan semua yang lain tetapi ini bukan argumen hukum. Di sisi lain, seorang Hindu mungkin percaya bahwa imannya mengalahkan semua yang lain, tetapi ini juga bukan argumen yang sah. Keduanya terikat oleh kewajiban yang sama terlepas dari agama undang-undang ini, setiap orang sama di depan mata hukum. Semua manusia berhak atas semua hak tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, suku, warna kulit atau status. Hal ini tidak terbatas hanya untuk orang Kalimantan tetapi mencakup semua orang yang tinggal di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memastikan kesempatan yang sama terlepas dari ras, warna kulit, kasta atau asal. Setiap orang berhak untuk mengenyam pendidikan dan hak ini dijamin oleh orang berhak atas kebebasan berbicara dan pers. Tidak ada batasan pada media dan orang-orang dapat mengekspresikan semua pandangan mereka dengan bebas. Stasiun televisi secara hukum dilarang menyiarkan konten yang dapat mencemarkan nama baik suatu kelompok atau individu. Internet telah menjadi sumber kesenangan dan hiburan tetapi ini dapat dikendalikan oleh prinsip-prinsip tertentu dari perjanjian orang berhak untuk berpartisipasi dalam budaya dan tradisi masyarakat lain. Negara menjunjung tinggi hak asasi setiap individu untuk melindungi identitas budaya mereka dan mempertahankan adat istiadat komunal mereka. Pendidikan gratis dan siswa tidak didiskriminasi ketika memilih sekolah. Ada pembatasan tertentu yang dikenakan pada layar televisi, radio dan bioskop tetapi ini tidak bersifat banyak perbedaan antara Hukum Timur dan Hukum Barat. Yang pertama menjunjung tinggi tanggung jawab pribadi atas tindakan seseorang. Ini diikuti dengan rasa hormat dan integritas yang kuat. Hal ini diikuti sehubungan dengan perbedaan peran yang diemban oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Yang terakhir individualisme, yang berarti hak-hak individu dilindungi oleh hukum tanpa memandang status sosial atau status Kovenan mempertahankan konsep progresif tentang kesetaraan dan keadilan. Ini juga memberikan perlindungan bagi bagian masyarakat yang lebih lemah. Ada ketentuan moratorium kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ada larangan pekerja anak dan upah minimum yang diterapkan dalam undang-undang undang-undang penting tersebut antara lain sebagai berikut Hukum Kesetaraan Kesempatan Kerja dan Hukum Jaminan. Hukum Properti. Hukum Utang. Hukum Keluarga dan Anak. Hukum Perkawinan dan PerceraianKonstitusi Afrika Selatan juga memuat ketentuan yang menjunjung tinggi hak hati nurani dan hak atas kebebasan berekspresi. Ini dikenal sebagai Asas Konstitusi Konstitusi. Hukum Kovenan dan Konstitusi menjamin persamaan hak kewarganegaraan. Mereka juga menjamin hak atas status sosial dan ekonomi yang sama bagi semua warga negara tanpa memandang ras, warna kulit, kelas atau jenis kelamin. Konstitusi dan Undang-Undang Kovenan menjamin kebebasan berbicara dan berekspresi yang dijamin bagi setiap orang termasuk tokoh media. Mereka juga memastikan pengadilan yang adil bagi mereka yang dituduh melakukan pemerintah, ada banyak LSM yang mempromosikan nilai-nilai UU Kovenan. Sebagian besar adalah organisasi antar generasi, multibahasa dan multikultural. Beberapa dari mereka telah aktif dalam perjuangan untuk kesejahteraan orang-orang miskin di negara ini. Mereka telah memberikan nasihat berharga kepada bagian masyarakat yang tertindas dan kurang beruntung tentang berbagai masalah. Mereka telah membantu orang-orang untuk memahami hak-hak mereka dan Terkait Hukum Koperasi dan UKM di Indonesia Views 745
â Hans Kelsen adalah seorang filsuf dan ahli hukum asal Austria yang dikenal dengan berbagai teori hukum, salah satunya adalah Teori Stufenbau. Bagaimana penerapan teori Hans Kelsen tentang hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia? Menurut Purnadi Purbacaraka dan M. Chidir Ali dalam buku Disiplin Hukum 1990, teori Stufenbau diakomodasi oleh Asas Hierarki lex superiori derogate legi inferiori. Asas Hierarki Menggambarkan adanya hierarki atau tata urut dari hukum yang superior menuju hukum yang Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safaâat dalam buku Teori Hans Kelsen tentang Hukum 2006, norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat adalah inferior. Artinya, Hans Kelsen menggambarkan adanya tata hukum yang melandasi pembuatan hukum suatu negara. Baca juga Fungsi dan Tujuan Hukum Menurut Para Ahli Menurut H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik dalam Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum 2010 tatanan hukum tertinggi dalam pandangan Kelsen adalah berpuncak pada basic norm atau grundnorm norma dasar.Norma dasar tersebut adalah norma superior yang menjadi dasar pembentukan norma lainnya yang lebih inferior. Teori Hans Kelsen diterapkan di Indonesia sebagai hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dari yang superior ke yang lebih inferior adalah Undang-Undang Dasar 1945 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Undang-Undang Peraturan Pengganti Undang-undang Perpu Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Peraturan Daerah Provinsi Peraturan Daerah Kota atau Kabupaten Peraturan pelaksana seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain Baca juga Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Bangsa Indonesia Dari hierarki tersebut terlihat bahwa norma yang paling superior adalah UUD 1945 yang menjadi norma dasar grundnorm. Artinya, semua norma di bawahnya harus dibuat berdasarkan UUD 1945. Lalu, mengapa pancasila tidak dicantumkan dalam tata urut peraturan perundang-undangan di Indonesia? Kedudukan pancasila dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagai norma fundamental, hukum dasar, dan juga sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya, UUD 1945 yang menjadi sumber hukum juga terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Semua pembuatan hukum dan norma di Indonesia harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila karena Pancasila merupakan dasar yang paling fundamental dalam pembangunan negara Indonesia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
BerandaKlinikIlmu HukumProses Pembentukan U...Ilmu HukumProses Pembentukan U...Ilmu HukumKamis, 2 Maret 2023Bagaimana tahapan atau proses pembentukan undang-undang di Indonesia?Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Proses pembentukan undang-undang sendiri dibagi menjadi 5 proses. Apa saja proses tersebut? Bagaimana peraturannya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Proses Pembentukan Undang-Undang yang dibuat oleh Ilman Hadi dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 Oktober 2012, yang dimutakhirkan pertama kali pada Selasa, 24 Maret 2020, kemudian dimutakhirkan kedua kali pada Kamis, 7 Juli informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata â mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra itu Undang-Undang?Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.[1]Kemudian, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[2]Adapun, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan.[3]Lebih lanjut, undang-undang adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang proses pembentukannya dapat membutuhkan waktu yang cukup lama. Ukuran lama atau tidaknya dapat dilihat dari proses pembentukan undang-undang itu sendiri, yang meliputi beberapa tahapan atau prosedur yang harus dilalui. Pada dasarnya, tahapan dimulai dari perencanaan dengan menyiapkan Rancangan Undang-Undang âRUUâ, RUU dibuat harus disertai dengan naskah akademik, kemudian tahap pembahasan di lembaga legislatif hingga tahap pengundangan.[4]Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa undang-undang yang telah ditetapkan dan diundangkan tentu telah melalui proses yang sangat panjang, yang pada akhirnya disahkan menjadi milik publik dan sifatnya terbuka serta mengikat untuk umum.[5]Siapa yang Membentuk Undang-Undang?Sistem perundang-undangan di Indonesia hanya dikenal dengan satu nama jenis undang-undang, yakni keputusan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia âDPRâ, dengan persetujuan Presiden, dan disahkan Presiden. Selain itu, tidak terdapat undang-undang yang dibentuk oleh lembaga lain. Dalam pengertian lain, undang-undang dibuat oleh DPR.[6]Hal tersebut tercantum dalam Pasal 20 UUD 1945 yang berbunyiDewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Pada dasarnya, fungsi pembentuk undang-undang disebut juga fungsi legislasi. Artinya, DPR sebagai lembaga legislatif memiliki tugas pembuatan undang-undang, merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU, baik untuk satu masa keanggotaan DPR maupun untuk setiap tahun, membantu dan memfasilitasi penyusunan RUU usul inisiatif DPR.[7]Materi Muatan Undang-Undang Berdasarkan Pasal 10 ayat 1 UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang adalahpengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;pengesahan perjanjian internasional tertentu;tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ataupemenuhan kebutuhan hukum dalam Pembentukan Undang-Undang di IndonesiaDalam proses pembentukan undang-undang, terdapat transformasi visi, misi dan nilai yang diinginkan oleh lembaga pembentuk undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk aturan hukum.[8]Proses pembentukan undang-undang diatur dalam Pasal 162â173 UU MD3 beserta diatur dalam UU MD3, proses pembentukan undang-undang juga dapat Anda temukan dalam UU 12/2011 beserta perubahannya yang terbagi menjadi beberapa tahap antara lainPerencanaan, diatur dalam Pasal 16 sampai Pasal 42 UU 12/2011;Penyusunan, diatur dalam Pasal 43 sampai Pasal 64 12/2011;Pembahasan, diatur dalam Pasal 65 sampai Pasal 71 12/2011;Pengesahan, diatur dalam Pasal 72 sampai Pasal 74 12/2011; danPengundangan, diatur dalam Pasal 81 sampai Pasal 87 12/ detail, Anda juga dapat menyimak dalam Perpres 87/2014 dan Perpres 76/2021 dengan tahapanPerencanaan RUU Bab II Bagian Kedua Perpres 87/2014;Penyusunan RUU Bab III Bagian Kesatu Perpres 87/2014;Pembahasan RUU Bab IV Bagian Kesatu Perpres 87/2014;Pengesahan/penetapan RUU menjadi UU Bab V Bagian Kesatu Perpres 87/2014; danPengundangan UU Bab VI Bagian Kesatu Perpres 87/2014.Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman DPR tentang Proses Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia, berikut adalah intisari proses pembentukan undang-undang di PerencanaanBadan legislatif menyusun Program Legislasi Nasional âProlegnasâ di lingkungan DPR. Pada tahap ini, badan legislatif dapat mengundang pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan/atau masyarakat;Badan legislatif berkoordinasi dengan DPD dan Menteri Hukum dan HAM untuk menyusun dan menetapkan Prolegnas;Prolegnas jangka menengah 5 tahun dan Prolegnas tahunan ditetapkan dengan keputusan PenyusunanPenyusunan naskah akademik oleh anggota/komisi/gabungan komisi;Penyusunan draft awal RUU oleh anggota/komisi/gabungan komisi;Pengharmonisasian, pembulatan, pemantapan, konsepsi RUU yang paling lama 20 hari masa sidang, sejak RUU diterima badan legislatif. Kemudian tahap ini dikoordinasi kembali oleh badan legislatif;RUU hasil harmonisasi badan legislatif diajukan pengusul ke pimpinan DPR;Rapat paripurna untuk memutuskan RUU usul inisiatif DPR, dengan keputusanPersetujuan tanpa perubahanPersetujuan dengan perubahanPenolakanPenyempurnaan RUU jika keputusan adalah âpersetujuan dengan perubahanâ yang paling lambat 30 hari masa sidang dan diperpanjang 20 hari masa sidang;RUU hasil penyempurnaan disampaikan kepada Presiden melalui surat pimpinan DPR;Presiden menunjuk Menteri untuk membahas RUU bersama DPR, yang paling lama 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima tingkat 1 oleh DPR dan Menteri yang ditunjuk Presiden, yang dilakukan dalam rapat komisi/gabungan komisi/badan legislatif/badan anggaran/pansus;Pembicaraan tingkat 2, yakni pengambilan keputusan dalam rapat disampaikan dari pimpinan DPR kepada Presiden untuk yang telah disahkan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Paripurna DPR Rapat Paripurna DPR adalah rapat anggota yang dipimpin oleh pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPR.[9] Adapun dapat kami jelaskan isi rapat paripurna tingkat 2 dalam proses pembentukan undang-undang, berdasarkan Pasal 69 UU 12/2011 yaituPembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatanpenyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; danpenyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara hal Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa DPR sebagai lembaga legislatif atau pembentuk undang-undang sejak awal proses perencanaan telah dituntut agar undang-undang yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat di Indonesia. Proses pembentukan undang-undang tidak singkat, bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk membentuk undang-undang, terdapat 5 lima tahap yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan jawaban dari kami tentang proses pembentukan undang-undang, semoga HukumUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan kedua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang kedua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam Proses Demokratisasi, DPR RI, 2000;Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018;Saifudin, Proses Pembentukan UU Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UU, Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol. 16, No. Edisi Khusus, 2009;DPR RI Bagian Persidangan Paripurna, yang diakses pada Kamis, 2 Maret 2023, pukul WIB;DPR RI Proses Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia, yang diakses pada Kamis, 2 Maret 2023, pukul WIB.[2] Pasal 1 ayat 2 UU 15/2019[3] Pasal 1 ayat 1 UU 15/2019[4] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 50[5] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 50[6] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 51[7] Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam Proses Demokratisasi, DPR RI, 2000, hal. 261[8] Saifudin, Proses Pembentukan UU Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UU, Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol. 16, No. Edisi Khusus, 2009, hal. 96Tags
dalam pembuatan hukum menganut prinsip